Kamis, 01 November 2012

Sejarah Tasawuf


SEJARAH TASAWUF
TINJAUAN TERHADAP BUKU INTELEKTUALISME TASAWUF
Karangan Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA dan Drs. H. Masyharuddin, MA

Ditinjau dari segi historis, Tasawuf memang merupakan hal yang baru, dan Rasulullah SAW tidak mengajarkan hal tersebut secara konkret. Oleh karena itu beberapa dari kaum Ulama menafikan adanya tasawuf dan secara ekstrim memvonis Tasawuf sebagai perkara yang bid’ah dan menyesatkan. Terlebih lagi beberapa dari amalan tasawuf telah terkontaminasi oleh pemikiran dan amalan yang sepintas mirip dengan amalan-amalan yang dilakukan oleh agama di luar Islam, seperti Hindu dan Budha yang menganut konsep penyucian jiwa yang hampir sama dengan tasawuf.
Sebelum abad ke-12 Hijriah, dalam menghadapi pertumbuhan ajaran sufisme para penegak dan pembela syariat menanggapinya dengan sikap curiga. Sikap ini kemudian meningkat jadi celaan yang menimbulkan ketegangan dan bahkan lalu memuncak dengan pengkafiran dan penghukuman mati terhadap Al-Hallaj yang mereka nilai sebagai perusak dan penyeleweng dari konsep tauhid Islami.
Hal lain yang menghambat pertumbuhan tasawuf pada masa itu ialah munculnya gerakan pemurnian syariat pada abad ke-18 Masehi yang bernama gerakan Wahabi. Dipelopori oleh ulama yang berwatak tegas, yaitu Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Semboyan gerakan ini adalah “kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah” sepanjang pemahaman dan pengalaman ulama-ulama salaf (para sahabat nabi). Ajaran Wahabiyah ini nampak diilhami oleh orientasi Hambaliah Salafiah yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah secara harfiyah, dan juga ajaran Ibnu Taimiyah.
Maka bisa dipahami bahwa gerakan ini laksana pisau bermata dua. Pertama, dalam bidang akidah atau ilmu kalam, menolak penobatan akal sebagai dalil dalam agama; dan mempertahankan Hadis Nabi atau Sunnah sebagai pegangan di dalam masalah akidah atau ilmu kalam.
Wajah yang kedua, dalam upaya pemurnian dan kebangkitan syariat adalah anti setiap bid’ah dan khurafat (ketakhayulan), dan menilai tasawuf merupakan sumber utama pemunculan bid’ah (dalam bidang ibadah), dan khurafat (dalam bidang akidah). Oleh karena itu aksi gerakan Wahabi adalah pembersihan ajaran tasawuf beserta tarekat-tarekatnya dari bumi kerajaan Arab Saudi melalui tangan raja Ibnu Saud yang merupakan tangan kanan Ibnu Abdul Wahhab.
Sikap tegas dari para pembela kemurnian syariat ini kemudian kendur atau melunak sesudah Imam Al-Ghazali mampu menyusun sistem yang mengkombinir secara serasi antara dengan penghayatan kasyfi dalam tasawuf. Bentuk kompromi yang menyelaraskan syariat dengan tarekat dan penghayatan hakikat dan makrifat yang disodorkan Imam Al-Ghazali ini ternyata mampu memuaskan bagian terbesar dari umat Islam serata alam Islam.
Masalahnya, mengapa Al-Ghazali berhasil menjinakkan para pembela syariat? Hal ini mungkin karena masa abad 12 itu penalaran yang kritis dan jiwa mujtahid telah mulai meredup bagi para ulama bagian timur. Redupnya mental ijtihad dan penalaran yang kritis dengan tersisihnya filsafat di dunia Muslim bagian timur ini yang mungkin menyuburkan sikap kompromis. Maka orientasi faham syariat tidak lagi menekankan pada upaya pemurniannya, akan tetapi perluasan dan pemerataannya dalam masyarakat.
Beberapa hal di atas merupakan segelintir perjalanan Tasawuf dari sejak jaman kemunculannya hingga pembentukan dan pertumbuhannya. Memang patut dikatakan bahwa perjalanan Tasawuf banyak mengalami hambatan-hambatan yang cukup berat. Yang pada akhirnya menjadikan tasawuf sebagai sebuah ajaran bid’ah dan menyesatkan. Namun pada akhirnya Tasawuf berhasil melalui hambatan-hambatan itu dan keluar menjadi sebuah jalan yang dapat diterima oleh umat Islam.
Di dalam buku ini dijelaskan bagaimana awal kemunculan tasawuf, yang ternyata sudah mulai nampak pada masa khulafaurrasyidin. Perbuatan-perbuatan dosa yang telah dilakukan pada masa itu telah membuat beberapa kalangan Muslim menjadi gundah, sehingga mereka mulai mencari ketenangan dengan kembali membangkitkan ajaran Islam melalui amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Dari sinilah sebenarnya konsep sufisme mulai terbentuk. Di mana bertasawuf adalah suatu proses pensucian diri dan berusaha sedekat mungkin dengan Allah SWT melalui ibadah.
Kemudian tasawuf mulai berkembang menjelang abad kedua Hijriah, Ditandai dengan munculnya pola hidup zuhud yang banyak dianut oleh kalangan Muslimin pada saat itu. Orang-orang mulai mencari makna sebenarnya dari beribadah, yang membuat hati mereka menjadi tenang dengan terus mengingat-Nya. Pada saat itu kaum Muslimin belum mengenal hal tersebut dengan istilah Tasawuf. Istilah tasawuf dipakai pada pertengahan abad II Hijriah, dan pertama kali oleh Abu Hasyim al-Kufy (W 250 H).
Dari sekian banyak proses di atas menandakan bahwa pada hakikatnya manusia menghendaki ketenangan dalam dirinya. Dengan bertasawuf, ketenangan tersebut dapat diraih melalui amalan-amalan dan ibadah. Namun perlu diperhatikan, bahwa Tasawuf harus sejalan dan seiring dengan syariat. Karena pada dasarnya, syariat merupakan sebuah ketentuan yang harus ditaati dan dijalankan. Tasawuf merupakan sebuah tingkatan dalam pelaksanaan syariat. Dimana ketika seseorang menjalankan syariat, jiwanya menjadi tenang dan damai dengan melaksanakan ibadah yang sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat.
Oleh karena itu, jalanilah syariat sebagai sebuah kebutuhan, bukan sebagai beban yang akan hilang jika dilaksanakan. Dan bukanlah melaksanakan syariat hanya sekedar untuk melepas kewajiban saja, melainkan sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...