SEJARAH TASAWUF
TINJAUAN TERHADAP BUKU INTELEKTUALISME TASAWUF
Karangan Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA dan Drs. H. Masyharuddin, MA
Ditinjau
dari segi historis, Tasawuf memang merupakan hal yang baru, dan
Rasulullah SAW tidak mengajarkan hal tersebut secara konkret. Oleh
karena itu beberapa dari kaum Ulama menafikan adanya tasawuf dan secara
ekstrim memvonis Tasawuf sebagai perkara yang bid’ah dan menyesatkan.
Terlebih lagi beberapa dari amalan tasawuf telah terkontaminasi oleh
pemikiran dan amalan yang sepintas mirip dengan amalan-amalan yang
dilakukan oleh agama di luar Islam, seperti Hindu dan Budha yang
menganut konsep penyucian jiwa yang hampir sama dengan tasawuf.
Sebelum
abad ke-12 Hijriah, dalam menghadapi pertumbuhan ajaran sufisme para
penegak dan pembela syariat menanggapinya dengan sikap curiga. Sikap ini
kemudian meningkat jadi celaan yang menimbulkan ketegangan dan bahkan
lalu memuncak dengan pengkafiran dan penghukuman mati terhadap Al-Hallaj
yang mereka nilai sebagai perusak dan penyeleweng dari konsep tauhid
Islami.
Hal lain yang menghambat pertumbuhan tasawuf pada masa itu
ialah munculnya gerakan pemurnian syariat pada abad ke-18 Masehi yang
bernama gerakan Wahabi. Dipelopori oleh ulama yang berwatak tegas, yaitu
Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Semboyan gerakan ini adalah “kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah” sepanjang pemahaman dan pengalaman ulama-ulama
salaf (para sahabat nabi). Ajaran Wahabiyah ini nampak diilhami oleh
orientasi Hambaliah Salafiah yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
Sunnah secara harfiyah, dan juga ajaran Ibnu Taimiyah.
Maka bisa
dipahami bahwa gerakan ini laksana pisau bermata dua. Pertama, dalam
bidang akidah atau ilmu kalam, menolak penobatan akal sebagai dalil
dalam agama; dan mempertahankan Hadis Nabi atau Sunnah sebagai pegangan
di dalam masalah akidah atau ilmu kalam.
Wajah yang kedua, dalam
upaya pemurnian dan kebangkitan syariat adalah anti setiap bid’ah dan
khurafat (ketakhayulan), dan menilai tasawuf merupakan sumber utama
pemunculan bid’ah (dalam bidang ibadah), dan khurafat (dalam bidang
akidah). Oleh karena itu aksi gerakan Wahabi adalah pembersihan ajaran
tasawuf beserta tarekat-tarekatnya dari bumi kerajaan Arab Saudi melalui
tangan raja Ibnu Saud yang merupakan tangan kanan Ibnu Abdul Wahhab.
Sikap
tegas dari para pembela kemurnian syariat ini kemudian kendur atau
melunak sesudah Imam Al-Ghazali mampu menyusun sistem yang mengkombinir
secara serasi antara dengan penghayatan kasyfi dalam tasawuf. Bentuk
kompromi yang menyelaraskan syariat dengan tarekat dan penghayatan
hakikat dan makrifat yang disodorkan Imam Al-Ghazali ini ternyata mampu
memuaskan bagian terbesar dari umat Islam serata alam Islam.
Masalahnya,
mengapa Al-Ghazali berhasil menjinakkan para pembela syariat? Hal ini
mungkin karena masa abad 12 itu penalaran yang kritis dan jiwa mujtahid
telah mulai meredup bagi para ulama bagian timur. Redupnya mental
ijtihad dan penalaran yang kritis dengan tersisihnya filsafat di dunia
Muslim bagian timur ini yang mungkin menyuburkan sikap kompromis. Maka
orientasi faham syariat tidak lagi menekankan pada upaya pemurniannya,
akan tetapi perluasan dan pemerataannya dalam masyarakat.
Beberapa
hal di atas merupakan segelintir perjalanan Tasawuf dari sejak jaman
kemunculannya hingga pembentukan dan pertumbuhannya. Memang patut
dikatakan bahwa perjalanan Tasawuf banyak mengalami hambatan-hambatan
yang cukup berat. Yang pada akhirnya menjadikan tasawuf sebagai sebuah
ajaran bid’ah dan menyesatkan. Namun pada akhirnya Tasawuf berhasil
melalui hambatan-hambatan itu dan keluar menjadi sebuah jalan yang dapat
diterima oleh umat Islam.
Di dalam buku ini dijelaskan bagaimana
awal kemunculan tasawuf, yang ternyata sudah mulai nampak pada masa
khulafaurrasyidin. Perbuatan-perbuatan dosa yang telah dilakukan pada
masa itu telah membuat beberapa kalangan Muslim menjadi gundah, sehingga
mereka mulai mencari ketenangan dengan kembali membangkitkan ajaran
Islam melalui amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Dari
sinilah sebenarnya konsep sufisme mulai terbentuk. Di mana bertasawuf
adalah suatu proses pensucian diri dan berusaha sedekat mungkin dengan
Allah SWT melalui ibadah.
Kemudian tasawuf mulai berkembang
menjelang abad kedua Hijriah, Ditandai dengan munculnya pola hidup zuhud
yang banyak dianut oleh kalangan Muslimin pada saat itu. Orang-orang
mulai mencari makna sebenarnya dari beribadah, yang membuat hati mereka
menjadi tenang dengan terus mengingat-Nya. Pada saat itu kaum Muslimin
belum mengenal hal tersebut dengan istilah Tasawuf. Istilah tasawuf
dipakai pada pertengahan abad II Hijriah, dan pertama kali oleh Abu
Hasyim al-Kufy (W 250 H).
Dari sekian banyak proses di atas
menandakan bahwa pada hakikatnya manusia menghendaki ketenangan dalam
dirinya. Dengan bertasawuf, ketenangan tersebut dapat diraih melalui
amalan-amalan dan ibadah. Namun perlu diperhatikan, bahwa Tasawuf harus
sejalan dan seiring dengan syariat. Karena pada dasarnya, syariat
merupakan sebuah ketentuan yang harus ditaati dan dijalankan. Tasawuf
merupakan sebuah tingkatan dalam pelaksanaan syariat. Dimana ketika
seseorang menjalankan syariat, jiwanya menjadi tenang dan damai dengan
melaksanakan ibadah yang sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh
syariat.
Oleh karena itu, jalanilah syariat sebagai sebuah
kebutuhan, bukan sebagai beban yang akan hilang jika dilaksanakan. Dan
bukanlah melaksanakan syariat hanya sekedar untuk melepas kewajiban
saja, melainkan sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri
kepada-Nya.
Mantab
BalasHapus